Sembilan Bintang & Partners | Bagaiman Hubungan Hukum Para Pihak Dalam ( Peer to Peer Landing) Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi  
1044
post-template-default,single,single-post,postid-1044,single-format-standard,ajax_fade,page_not_loaded,,qode-title-hidden,qode_grid_1300,hide_top_bar_on_mobile_header,qode-theme-ver-17.0,qode-theme-bridge,disabled_footer_bottom,qode_header_in_grid,wpb-js-composer js-comp-ver-5.5.5,vc_responsive

Bagaiman Hubungan Hukum Para Pihak Dalam ( Peer to Peer Landing) Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi  

Perkembangan zaman Era globalisasi pada zaman sekarang dimudahkan oleh dunia digital yang mana telah memberikan berbagai layanan yang memudahkan masyarakat, salah satunya yaitu dengan kehadiran pinjam meminjam uang berbasis teknologi informasi atau peer to peer lending.

OJK menerbitkan POJK No. 77 / POJK.01 / 2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi pada 28 Desember 2016. Berdasarkan peraturan tersebut, yang dimaksud dengan pinjam meminjam uang berbasis teknologi informasi adalah penyelenggaraan layanan keuangan untuk mempertemukan pemberi pinjaman dengan penerima pinjaman pinjaman dalam mata uang rupiah secara langsung melalui sistem elektronik dengan menggunakan jaringan internet.

Sistem peer to peer lending pertama kali dikenal di Inggris melalui perusahaan Zopa pada tahun 2005 yang kemudian diikuti di Amerika. Para pengguna pada pihak yang tertarik dengan konsep peer to peer lending karena dampak krisis finansial 2008. Pada saat itu bank menutup penyaluran kredit baru dan memberikan bunga yang mulai 0% kepada para deposan uang. Karena itu peminjam harus mencari sumber daya alternatif dan pemilik dana aktif mencari investasi

Di Indonesia, sebelum Otoritas Jasa Keuangan menerbitkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No. 77 / POJK.01 / 2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi, platform peer to peer lending  telah ada dalam masyarakat. Sebagai contoh platform uangteman.com yang telah dikenal di Indonesia sejak 2015.

Peer to peer lending berbeda dengan layanan pinjam meminjam uang diatur pada Pasal 1754 KUHPerdata. Pada pinjam meminjam uang diatur pada Pasal 1754 KUHPerdata para pihak yang terlibat adalah pemberi pinjaman dan penerima pinjaman dimana para pihak memiliki hubungan hukum secara langsung melalui perjanjian pinjam meminjam.

Pemberi pinjaman berkewajiban untuk memberikan kepada pihak lain suatu jumlah barang tertentu yang menghabis karena pemakaian dengan syarat bahwa penerima pinjaman akan mengembalikan sejumlah yang sama dari keadaan yang sama pula.

Sedangkan dalam layanan peer to peer lending , pemberi pinjaman tidak bertemu langsung dengan penerima pinjaman, bahkan para pihak yang dapat saja tidak saling mengenal karena dalam sistem peer to peer lending terdapat pihak lain yakni platform peer to peer yang terkait antara pihak pihak ini.

Bank Indonesia juga memberikan definisi mengenai Teknologi Keuangan (Teknologi Finansial). Teknologi Finansial diatur pada Pasal 1 Angka 1 Peraturan Bank Indonesia Nomor 19/12 / PBI / 2017 Tentang Penyelenggaraan Teknologi Finansial bahwa Teknologi Finansial adalah pengguna teknologi dalam sistem keuangan yang menghasilkan produk layanan, teknologi, dan / atau model bisnis baru serta dapat berdampak pada stabilitas moneter, stabilitas sistem keuangan, dan / atau efisiensi, kelancaran, keamanan, dan sistem pembayaran.

Dalam sistem perbankan, hubungan hukum antara nasabah penyimpan dana dan bank berdasarkan perjanjian antara nasabah penyimpan dana dan bank. Simpanan sendiri merupakan dana yang dipercayakan oleh masyarakat kepada bank berdasarkan perjanjian penyimpanan dana dalam bentuk giro, deposito (berjangka), sertifikat deposito, tabungan dan / atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu. Dalam Undang-Undang No. 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) menyatakan bahwa LPS berfungsi untuk menjamin simpanan nasabah dan turut serta secara aktif dalam meningkatkan sistem perbankan sesuai dengan kewenangannya.

Para pihak dalam peer to peer lending berbeda dengan pihak-pihak dalam kegiatan usaha perbankan. Penyelenggara peer to peer lending perbankan meskipun kegiatan usahanya mirip dengan perbankan. Oleh karena itu, memperjelas konstruksi hukum hubungan antara pihak yang diperlukan untuk menghindari adanya bank gelap atau shadow banking.

Penyelenggara peer to peer lending haruslah badan hukum dan tidak dapat dilakukan oleh orang-perorangan atau kegiatan usaha non badan hukum seperti Maatschap, Firma, atau CV. Badan hukum yang dapat bertindak sebagai penyelenggara peer to peer lending hanyalah perseroan terbatas yang telah mendapatkan pengesahan dari Kementerian Hukum dan HAM atau Koperasi.

Hubungan hukum antara pemberi pinjaman dan penyelenggara lahir atas perjanjian yang dituangkan dalam dokumen diantara kedua belah pihak. Dalam perjanjian ini harus ditentukan paling sedikit tentang nomor perjanjian, tanggal perjanjian, identitas para pihak, ketentuan mengenai hak dan kewajiban para pihak, jumlah pinjaman, suku bunga pinjaman, komisi, jangka waktu, rincian biaya terkait, ketentuan mengenai denda (jika ada) , hubungan hukum antara pihak dalam peer to peer lending (layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi) haruslah dibedakan dengan hubungan hukum antara pihak dalam sistem perbankan agar tidak melanggar ketentuan perizinan usaha di bidang perbankan yang dapat berimplikasi pada penyelenggaraan bank gelap ( shadow banking).

Oleh karena itu, hubungan antara pemberi pinjaman dan penyelenggara peer to peer lending haruslah bukan hubungan penyimpanan dana melainkan hubungan hukum yang lahir atas perjanjian pemberian kuasa. Di sisi lain, penerima pinjaman dalam peer to peer lending secara yuridis harus memiliki hubungan hukum dengan pemberi pinjaman dan bukan dengan penyelenggara peer to peer lending.

Hubungan hukum antara penerima pinjaman dan pemberi pinjaman dalam hal ini merupakan hubungan pinjam meminjam uang diatur diatur pada KUHPerdata.

Keberadaan penyelenggara peer to peer lending adalah sebagai kuasa dari pemberi pinjaman untuk bertindak untuk dan atas nama pemberi pinjaman.mengadakan perjanjian pinjam meminjam uang dengan penerima pinjaman.

Oleh karena itu, Otoritas Jasa Keuangan perlu segera menerbitkan peraturan yang lebih jelas berkaitan dengan hubungan konstruksi hukum para pihak dalam sistem peer to peer lending . Memberikan konstruksi hubungan hukum yang jelas tersebut akan mempermudah pelaksanaan hak dan kewajiban masing-masing pihak yang terlibat dalam sistem peer to peer lending . Kepastian hubungan hukum antara para pihak dalam peer to peer lending juga akan memberikan perlindungan hukum yang sah bagi penyelenggara peer to peer lending.

 

 

Dasar Hukum

  1. Kitab Undang-undang Hukum Perdata;
  2. POJK No. 77 / POJK.01 / 2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Berbasis Teknologi Informasi;
  3. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan;
  4. Peraturan Bank Indonesia No. 3/11 / PBI / 2001 tentang Perubahan Atas Perubahan Atas Peraturan Bank Indonesia No. 2/24 / PBI / 2000 tentang Hubungan Rekening Giro Antara Bank Indonesia dengan Pihak Ekstern (Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4108).

 

 Oleh: Andry Rachmat, SH

Sembilan Bintang
info@sembilanbintang.co.id

Kantor Hukum Profesional, bergerak dalam lingkup nasional.