Sembilan Bintang & Partners | Upaya Hukum Yang Bisa Dilakukan Konsumen Terhadap Developer Yang Tidak Bertanggung Jawab
1086
post-template-default,single,single-post,postid-1086,single-format-standard,ajax_fade,page_not_loaded,,qode-title-hidden,qode_grid_1300,hide_top_bar_on_mobile_header,qode-theme-ver-17.0,qode-theme-bridge,disabled_footer_bottom,qode_header_in_grid,wpb-js-composer js-comp-ver-5.5.5,vc_responsive

Upaya Hukum Yang Bisa Dilakukan Konsumen Terhadap Developer Yang Tidak Bertanggung Jawab

Kebutuhan manusia dari waktu ke waktu semakin besar bahkan tak terkendali, mulai dari kebutuh primer, sekunder sampai tersier. Dari situasi itu juga, pihak produsen/ pengusaha/ pelaku usaha menyiapkan segala kebutuhan yang dicari dan dibutuhkan oleh banyak orang pada umumnya.

Berbicara banyak kebutuhan yang saat ini banyak orang-orang cari salah satu di antaranya adalah rumah. Sehingga sebagian pelaku usaha berlomba-lomba menciptakan perumahan-perumahan bagi masyarakat atau konsumen, dengan varian pemasaran guna saling mengungguli dengan yang lainnya dalam hal kompetisi segala kegiatan usahanya.

 

Namun dewasa ini, banyak potret-potret duka yang kerap mewarnai pemberitaan di tanah air yang menyenangkan oleh masyarakat selaku konsumen. Mulai dari perumahan ilegal / bodong, tata letak yang tidak sesuai dengan pasar, ketelatan penyerahan kewajiban dari pelaku usaha / developer seperti kepemilikan dan akses-akses lainnya yang berhubungan dengan hak-hak konsumen.

Dari gambaran di atas, timbul sebuah pertanyaan “Bagaimana langkah-langkah yang bisa korban / konsumen lakukan disaat menghadapi pelaku usaha / pengembang yang tidak bertanggung jawab ?.”

 

Ada beberapa rangkuman tentang langkah atau upaya hukum yang dapat dilakukan konsumen guna menyikapi pelaku usaha / pengembang yang kurang bertanggung jawab dalam melakukan kegiatan usahanya, di antaranya adalah:

Bila Konsumen telah melaksanakan semua kewajiban tetapi ternyata pihak pengembang (developer) tidak memenuhi kewajibannya, maka konsumen bisa menanyakannya terlebih dahulu. Prinsipnya adalah upayakan untuk menyelesaikan penyelesaian masalah ini secara musyawarah baik-baik atau di dalam dunia hukum biasa dikenal dengan ‘mediasi’ guna mendapatkan win-win solution.

Namun jika tidak didapat titik temu dalam upaya musyawarah / mediasi tersebut, ada baiknya konsumen melayangkan teguran / somasi terlebih dahulu yang mengingatkan pengembang harus melaksanakan kewajibannya sampai batas waktu yang telah disepakati.

Dan pelaku usaha / pelaku usaha tidak mengindahkan bunyi somasi tersebut, maka konsumen dapat menempuh jalur hukum yang serius dengan menggugat pelaku kejahatan sekaligus melaporkan pengembang secara pidana.

 

Untuk gugatan, pihak korban / konsumen bisa melakukan penyelesaian sengketa pelaku usaha-konsumen Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) setempat dan / atau ke peradilan umum.

Di peradilan umum, gugatan dilayangkan atas dasar wanprestasi atau ingkar janjinya pihak developer. Dalam gugatan ini, konsumen bisa menuntut ganti rugi dan juga bunga berupa sajian yang diperkirakan atau dibayangkan kreditor seandainya tidak terjadi wanprestasi.

 

Secara pidana, konsumen juga dapat melaporkan pengembang dengan tuduhan melanggar Pasal 372 dan Pasal 378 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), yang pelaku usaha yang melakukan delik penipuan dan penggelapan. Di samping itu konsumen juga melaporkan dengan Pasal 8 ayat (1) huruf Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Pasal ini pada intinya melarang pelaku usaha untuk memperdagangkan barang yang tidak sesuai dengan janji yang dinyatakan dalam label, etiket, keterangan, iklan atau promosi penjualan barang tersebut. Dalam kasus ini, pengembang membangun tidak sesuai dengan spesifikasi bangunan yang terdapat dalam brosur dan yang telah dijanjikan sebelumnya. Pelaku usaha yang melanggar ketentuan tersebut terancam sanksi pidana pidana paling lama 5 tahun atau denda maksimal Rp2 miliar.

 

Ancaman pidana lain dengan denda maksimal Rp5 miliar bagi pengembang yang membangun perumahan yang tidak sesuai dengan kriteria, spesifikasi dan persyaratan yang diperjanjikan juga diatur dalam Pasal 134 jo. Pasal 151 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman.

Selain sanksi denda, pengembang tersebut juga dapat dijatuhi sanksi administratif yang terdapat dalam pasal 150 UU Perumahan. Sanksinya mulai dari peringatan tertulis, pencabutan izin usaha, hingga penutupan lokasi.

Sekedar memberikan contoh, dalam perkara nomor 324 K / Pdt / 2006, Mahkamah Agung menguatkan putusan Pengadilan Tinggi Medan yang menghukum pengembang telah melakukan wanprestasi karena tidak dapat menyerahkan rumah pada tanggal yang diperjanjikan. Bahkan Mahkamah Agung menolak dalil pengembang yang berlindung di balik krisis moneter dan naiknya harga bangunan sebagai alasan mundurnya waktu penyelesaian pembangunan rumah.

 

Demikian ulasan singkat bagi para pencari keadilan yang bisa dicapai bilamana sedang menghadapi permasalahan hukum dengan pihak pelaku usaha atau pengembang. Untuk lebih jelasnya bisa hubungi nomor telepon yang sudah tertera didalam website ini. Terima kasih.

 

oleh: Anggi Triana Ismail, S.H.

Sembilan Bintang
info@sembilanbintang.co.id

Kantor Hukum Profesional, bergerak dalam lingkup nasional.