22 Jul Jerat Hukum Bagi Penyebar Berita Bohong (Hoax)
Perkembangan teknologi ke arah serba digital saat ini semakin pesat. Pada era digital seperti ini, manusia secara umum memiliki gaya hidup baru yang tidak bisa dilepaskan dari perangkat yang serba elektronik. Teknologi menjadi alat yang mampu membantu sebagian besar kebutuhan manusia. Teknologi telah dapat digunakan oleh manusia untuk mempermudah melakukan apapun tugas dan pekerjaan. Peran penting teknologi inilah yang membawa peradaban manusia memasuki era digital. Era digital telah membawa berbagai perubahan yang baik sebagai dampak positif yang bisa gunakan sebaik-baiknya. Namun dalam waktu yang bersamaan, era digital juga membawa banyak dampak negatif, sehingga menjadi tantangan baru dalam kehidupan manusia di era digital ini. Tantangan pada era digital telah pula masuk ke dalam berbagai bidang seperti politik, ekonomi, sosial budaya, pertahanan, keamanan, hukum dan teknologi informasi itu sendiri.
Mengungkap dampak positif dan negatif dari massifnya era digital saat ini adalah hal menarik untuk disampaikan. Tentunya dari pandangan dampak dari sudut negatif. Mengingat dari ruang negatif ini, kita semua bisa belajar dari nya dan vitamin sosial bagi penggiat media sosial saat ini.
“Berita Bohong (Hoax)“
Informasi yang dilontarkan baik terhadap orang perorangan maupun badan usaha melalui media sosial dan elektronik pada saat telah terkirim dan dibaca oleh banyak orang dapat mempengaruhi emosi, perasaan, pikiran bahkan tindakan seseorang atau kelompok yang membacanya. Sangat disayangkan apabila informasi yang disampaikan tersebut adalah informasi yang tidak akurat terlebih informasi tersebut adalah informasi mengenai berita Hoax dengan judul yang sangat provokatif mengiring pembaca dan penerima kepada opini yang negatif. Opini yang negatif, fitnah, penyebar kebencian yang diterima dan menyerang pihak ataupun membuat orang menjadi takut, merasa terancam dandapat merugikan pihak yang diberitakan sehingga dapat merusak reputasi dan menimbulkan kerugian materi. Wabah Hoax telah menjadi masalah nasional, antara lain perpecahan, instabilitas politik dan gangguan keamanan yang berpotensi menghambat pembangunan nasional. Maraknya beredar berita Hoax ini dapat berakibat buruk bagi perkembangan negara Indonesia. Hoax dapat menyebabkan perdebatan hingga bukan tidak mungkin sampai memutuskan pertemanan. Apalagi Hoax tersebut yang mengandung SARA yang sangat rentan mengundang gesekan antar masyarakat, mengganggu stabilitas negara dan kebhinekaan. Hoax dalam konteks pemberitaan yang tidak jelas asal-usul pembuatnya, memang tidak bias dijerat oleh Undang-Undang Pers, karena itu agak sulit membedakan mana Pers yang Mainstream mana yang Pers Hoax.
“Hukum dalam Menyikapi Hoax”
Pengaturan mengenai penyebaran berita bohong (Hoax) sangat diperlukan untuk melindungi konsumen yang melakukan transaksi komersial secara elektronik. Perdagangan secara elektronik dapat terlaksana dengan mudah dan cepat. Idealnya, transaksi harus didasarkan pada kepercayaan antara para pihak yang brtransaksi (mutual trust). Kepercayaan tersebut dapat diperoleh apabila para pihak yang brtransaksi mengenal satu sama lain yang di dasarkan pada pengalaman transaksi terdahulu atau hasil diskusi secara langsung sebelum transaksi dilakukan. Dari segi hukum para pihak diperlukan membuat kontrak untuk melindungi kepentingan mereka dan melindungi mereka dari kerugian-kerugian yang mungkin muncul dikemudian hari. Akan tetapi, dalam dunia siber, para pihak melakukan transaksi tidak perlu bertemu antara satu dengan yang lain. Dalam suatu transaksi elektronik, tiap orang dapat menggunakan nama orang lain untuk mempesentasikan dirinya.
Media elektronik yang sangat rentan dan sering digunakan sebagai tempat untuk menyebarkan berita bohong Hoax adalah media sosial, media sosial di internet seperti Facebook, Instagram, LINE, dan Whatsapp, Messanger dll. Dalam Penerapan berdasarkan kasus-kasus yang berkaitan dengan penyebaran berita bohong Hoax. Penegakan hukum berkaitan dengan penyebaran berita bohong (Hoax) dilakukan sesuai dengan aturan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2016 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik yang dimuat dalam Pasal 45A ayat (1) dan ayat (2) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1) dan ayat (2). Hal tersebut dirasa kurang efektif mengingat banyaknya masyarakat yang menggunakan media sosial dalam berinteraksi dan Kompleksnya serta sistematisnya fenomena penyebaran Hoax. Bagi penyebar Hoax, dapat diancam Pasal 28 ayat 1 Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik atau Undang-Undang ITE (UU ITE) yang menyatakan βSetiap orang dengan sengaja, dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam Transaksi Elektronik yang Dapat diancam pidana berdasarkan Pasal 45A ayat (1) UU 19/2016, yaitu dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 1 miliar.β
Ada 3 pendekatan penting yang diperlukan untuk mencegah dalam penyebaran berita Hoax di masyarakat, yaitu pendekatan kelembagaan, teknologi dan literasi. Pendekatan kelembagaan, dengan terus menggalakkan Komunitas Anti Hoax. Dari sisi pendekatan teknologi, dengan aplikasi Hoax Cheker yang bisa digunakan oleh masyarakat untuk mengecek kebenaran berita yang berindikasi Hoax. Pendekatan literasi, dengan gerakan anti berita Hoax maupun sosialisasi kepada masyarakat mulai dari sekolah hingga masyarakat umum yang ditingkatkan dan digalakkan, bukan saja oleh pemerintah tetapi juga oleh seluru lapisan masyarakat termasuk institusi-institusi non pemerintah lainnya.
Mengingat penyebaran berita Hoax sangatlah kompleks dan sistematis. Dalam hal ini tingginya ketertarikan masyarakat dalam mengakses berita-berita di media online, membuat masyarakat bukan hanya dapat menjadi korban Hoax melainkan tanpa disadari antusiasme mereka membagi berita yang dinilai menarik namun tidak di ketahui sebagai Hoax, dapat membuatnya menjadi pelaku penyebaran Hoax secara tidak disadari. Hal tersebut tentunya mebutuhkan instrumen hukum yang mampu membedakan berkaitan dengan pelaku langsung dan tidak langsung dalam penyebaran Hoax tersebut.
Demikian.
Oleh: Reginna Carla Sheppa, S.H.