16 Jan Praperadilan Dalam Nurani Penegak Hukum dan Logika Pencari Keadilan (Justitia Ballen)
Lahirnya Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana tahun 1981, telah menciptakan kondisi sosial kemasyarakatan menjadi sedikit lebih aman dan nyaman. Kepastian hukum yang digadang-gadang dalam penegakan hukum merupakan bentuk siaran yang massif ditengah kondisi permasalahan hukum yang dialami masyarakat, khususnya masyarakat kelas bawah. Serta kalimat sakral nan suci yakni irah-irah Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, menjadi situasi peradilan menjadi khidmat dan penuh makna yang terkandung didalamnya, karena Hakim selaku wakil Tuhan didunia sedang dan akan menentukan nasib seseorang.
Namun, dewasa ini criminal justice system (penegakan hukum pidana) berubah menjadi tontonan peperangan kepentingan politik, kekuasaan dan tentunya uang. Idealisme hukum yang diharapkan semua pihak, terhenti dalam pertempuran makna nafsu yang dangkal dan sempit. Prolog diatas merupakan teguran singkat bagi kita yang masih percaya bahwa hukum masih bisa ditegakkan di negeri ini yang konon merupakan negara hukum, yang mana hal itu telah termaktub didalam Pasal 1 ayat (3) UUD 1945.
- Praperadilan
Praperadilan merupakan hal yang cukup baru diketahui oleh sebagian masyarakat, dan dunia peradilan. Ditinjau dari segi struktur peradilan, praperadilan bukan lembaga pengadilan yang berdiri sendiri. Bukan pula sebagai instansi tingkat peradilan yang mempunyai wewenang memberi putusan akhir atas suatu peristiwa pidana.
Praperadilan berbicara mengenai pihak yang terlibat dalam suatu proses pidana, baik sebagai tersangka atau saksi korban maupun penyidik atau penuntut umum, dapat mengajukan keberatan, baik secara vertikal maupun horizontal, apabila menganggap ada tindakan penyidik/penuntut umum yang dianggap menyimpan dari aturan hukum yang benar.
Keberatan secara vertikal adalah keberatan yang diajukan kepada atasan pejabat yang melakukan tindakan. Keberatan horizontal adalah keberatan kepada pengadilan negeri yang lazim disebut praperadilan. Praperadilan adalah upaya hukum yang dapat diajukan pihak-pihak yang berkepentingan dalam suatu proses perkara pidana. Upaya ini adalah untuk mengoreksi tindakan penyidik atau penuntut umum. Di dalam Pasal 77 Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), disebutkan bahwa pengadilan negeri berwenang memeriksa dan memutus tentang: (a) sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan dan penghentian penuntutan, (b) ganti kerugian dan/atau rehabilitasi yang dihentikan pada tingkat penyidikan atau penuntutan.
Dewasa ini praperadilan telah menambahkan objek hukum tuk dijadikan dasar yakni tentang penetapan status tersangka, yang mana hal itu telah diatur didalam putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yaitu No. Putusan MKRI No. 21/ PUU-XII/2014, tanggal 28 April 2015.
Tindakan penyidik dan jaksa, sedangkan untuk memeriksa kebenaran material terkait perbuatan tersangka adalah kewenangan mutlak dari sidang pemeriksaan pokok perkara.
Sehingga jelas berdasarkan hukum, bahwa praperadilan merupakan perlawanan akal sehat melalui sikap hukum para pencari keadilan (Justitia ballen) dalam kancah pidana formil.
- Nurani Penegak Hukum
Filsuf Taverne pernah mengatakan “berikanlah aku seorang jaksa yang jujur dan cerdas, berikanlah aku seorang hakim yang jujur dan cerdas, berikanlah aku polisi jujur dan cerdas maka dengan undang-undang paling buruk pun, penegakan hukum akan menghasilkan putusan yang adil”. Bila kita merenung sejenak, perkataan ini berusaha menjelaskan betapa pentingnya seorang penegak hukum yang jujur dan cerdas dalam melahirkan putusan-putusan yang adil dan sesuaui rasa keadilan masyarakat.
Kehadiran penegak hukum dalam praperadilan merupakan sentral, karena tanpa catur wangsa penegak hukum upaya hukum praperadilan tak akan berjalan sempurna.
Selain itu, yang dimaksud dengan peran sentral para penegak hukum tak hanya seputar perihal hukum formil praperadilan semata, melainkan jua bagaimana tentang penegakan hukum, berkeadilan dan penghormatan terhadap nilai-nilai Hak Azasi Manusia. Karena praperadilan pada dasarnya mengungkap tentang HAM, abuse of power (kesewenang-wenangan) maupun kelalaian penegak hukum (khususnya kepolisian & kejaksaan).
Sehingga tertera jelas bahwa moralitas penegak hukum menentukan sikap idealisme penegakan hukum di negeri ini.
- Logika Pencari Keadilan
Pencari Keadilan tak hanya berbicara Tersangka maupun korban, melainkan keseluruhan subjek hukum yang dirasa mengalami kerugian atas prosedural hukum (procedure of law) pidana yang menyimpang.
Maka itu, wabil khusus Tersangka. Karena bagaimanapun didalam KUHAP dari Pasal 77 sampai dengan 83 KUHAP, notabene membicarakan tentang Hak Tersangka (penangkapan, penahanan, penggeledahan, penyitaan) dan ditambah telah diperluas oleh Putusan MKRI No. 21/ PUU-XII/2014 tanggal 28 April 2015 yang telah menambahkan objek praperadilan dengan penetapan tersangka.
Hal ini merupakan babak baru bagi pencari keadilan, tuk mengakses keadilan yang sesungguhnya pra – peradilan umum.
Namun faktanya, dewasa ini masih banyak para pencari keadilan yang tidak perduli dengan upaya hukum dimaksud, bukan persoalan ketidakpahamanya terhadap hukum, melainkan ketidakpercayaannya terhadap proses dan penegak hukum.
Sehingga rasanya, kita yang masih percaya bahwa penegakan hukum masih bisa di tegakan di negeri ini, harus giat mengabarkan kabar gembira ini kepada keseluruh lapisan masyarakat, khususnya masyarakat marjinal yang enggan peka terhadap dinamika dan romantika hukum.
Oleh: Rd. Anggi Triana Ismail, S.H.
Admin/Uploader: Rudi Mulyana, S.H.