Sembilan Bintang & Partners | Cara Mengajukan Gugat Cerai Suami Di Pengadilan Agama
540
post-template-default,single,single-post,postid-540,single-format-standard,ajax_fade,page_not_loaded,,qode-title-hidden,qode_grid_1300,hide_top_bar_on_mobile_header,qode-theme-ver-17.0,qode-theme-bridge,disabled_footer_bottom,qode_header_in_grid,wpb-js-composer js-comp-ver-5.5.5,vc_responsive

Cara Mengajukan Gugat Cerai Suami Di Pengadilan Agama

Peradilan Agama adalah peradilan bagi orang-orang yang beragama Islam (lihat pasal 1 angka 1 UU No. 50 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua atas UU No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama). Peradilan Agama melaksanakan kekuasaan kehakiman bagi rakyat yang beragama Islam. Pengadilan Agama berwenang memeriksa dan mengadili perkara cerai bagi perkawinan yang dilakukan menurut agama islam yang diakui dan sah menurut hukum negara Indonesia. Salah satu ciri utama bahwa perkawinan dilakukan secara agama islam dan sah secara hukum negara Indonesia adalah adanya Buku Nikah yang dikeluarkan oleh Kantor Urusan Agama (KUA). Sehingga semua perkawinan warga negara indonesia yang mempunyai Buku Nikah, maka saat akan melakukan perceraian harus diajukan di Pengadilan Agama setempat.

Bahwa gugatan cerai di Pengadilan Agama tersebut dapat diajukan baik oleh Suami kepada Isterinya maupun oleh Isteri kepada Suaminya. Gugatan yang diajukan Suami kepada Isterinya disebut dengan Permohonan Cerai Talak, dimana nantinya suami menjadi Pemohon dan Isteri menjadi Termohon. Sedangkan terhadap gugatan cerai yang diajukan oleh Isteri kepada Suaminya disebut Gugatan Perceraian, dimana isteri sebagai Penggugat dan suami sebagai Tergugat. Jika isteri hendak mengajukan gugatan cerai kepada suaminya, maka Pengadilan agama yang berwenang untuk memeriksa dan mengadilinya adalah Pengadilan Agama dimana Isteri tersebut berdomisili hukum. Domisili hukum dapat dibuktikan dengan adanya Kartu Tanda Penduduk (KTP), artinya jika isteri berdomisili hukum di Kabupaten Bogor dan Suami bertempat tinggal di Jakarta, maka Pengadilan Agama yang berwenang adalah Pengadilan Agama tempat domisili hukum isteri yaitu Pengadilan Agama Kabupaten Bogor.

Adapun beberapa alasan yang dapat dijadikan alasan bagi seorang isteri yang ingin mengajukan gugatan cerai kepada suaminya adalah sebagai berikut :

  1. Suami berbuat zina atau menjadi pemabok, pemadat, penjudi, dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan;
  2. Suami meninggalkan isteri selama 2 (dua) tahun berturut-turut tanpa izin isteri dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain diluar kemampuannya;
  3. Suami mendapat hukuman penjara 5 ( ) tahun atau hukuman yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung;
  4. Suami melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan Isterinya;
  5. Suami mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami;
  6. Antara suami dan isteri terus-menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga.
  7. Suami melanggar shigat taklik-talak.
  8. Peralihan agama atau murtad yang menyebabkan ketidak rukunan dalam berumah tangga.

Shigat Taklik-Talak dimaksud Yaitu:

  1. Meninggalkan istri saya 2 (dua) tahun berturut-turut.
  2. Tidak memberi nafkah wajib kepadanya 3 (tiga) bulan lamanya.
  3. Menyakiti badan/jasmani istri saya, atau
  4. Membiarkan (tidak memperdulikan) istri saya 6 (enam) bulan lamanya.
  5. Dan karena perbuatan saya tersebut istri saya tidak ridho dan mengajukan gugatan kepada Pengadilan Agama, Maka apabila gugatannya diterima oleh oleh Pengadilan Agama tersebut, kemudian istri saya membayar Rp. 10.000,- (sepuluh ribu rupiah) sebagai iwadh (pengganti) kepada saya, maka jatuhlah talak saya satu kepadanya;
  6. Jika suami melakukan perbuatan yang disebutkan diatas, maka secara hukum anda (istri) bisa menggugat cerai suami dengan poin melanggar shigat taklik talak.

Dari beberapa alasan yang dapat dijadikan alasan untuk mengajukan permohonan / gugatan cerai talak diatas, berdasakan pengalaman penulis, point 6 lebih direkomendasikan karena dengan pertimbangan pembuktiannya lebih mudah dan merupakan alasan yang paling banyak digunakan dan paling banyak dikabulkan oleh Hakim Pengadilan Agama dalam memutus kasus gugatan perceraian.

Dalam mengajukan gugatan cerai, isteri mempunyai hak untuk mengajukan tuntutan tambahan yang dapat berupa :

  1. Tuntutan Nafkah Terutang, yaitu jika selama masa tertentu dalam perkawinannya, ternyata Suami tidak memberikan biaya hidup kepada isteri, maka isteri dapat menuntut agar Hakim menghukum suami membayar nafkah terutang kepada bekas isterinya kelak.
  2. Tuntutan Hak Asuh Anak, yaitu isteri berhak untuk mendapatkan hak pengasuhan atas anak yang belum mumaziz (dibawah 12 tahun).
  3. Tuntutan Nafkah Anak sampai dewasa 21 tahun, jika nantinya hak asuh anak jatuh ke tangan isteri, maka hakim atas permintaan anda dapat menentapkan agar bekas suami memberikan nafkah kepada anak yang hak asuhnya ditangan isteri, sampai anak tersebut dewasa atau berumur 21 tahun.
  4. Nafkah Idah, dapat diminta oleh isteri sebagai nafkah selama masa idah yaitu 3 (tiga) bulan lamanya.
  5. Nafkah Mut’ah, dapat juga diminta oleh isteri kepada hakim agar suami ditetapkan agar membayar nafkah Mut’ah (hadiah) kepada bekas isterinya.

Selain mengajukan tuntutan nafkah, istri yang akan mengajukan gugatan cerai dapat juga mengajukan gugatan pembagian harta bersama (gono-gini) bersamaan dan dalam satu naskah dengan gugatan cerai dimaksud. Penulis menyarankan jika seorang isteri ingin mengajukan gugatan cerai dan tahu ada harta bersama, maka sebaiknya bersamaan pengajuan gugatan cerai sekaligus pengajuan gugatan pembagian harta bersamanya diajukan dalam satu naskah gugatan.

Selain membuat surat gugatan, isteri yang akan menggugat suaminya juga harus mempersiapkan bukti-bukti dan saksi-saksi yang diperlukan. Bukti-bukti yang diperlukan adalah sebagai berikut :

  1. Bukti Pernikahan yang berupa Buku Nikah yang dikeluarkan oleh KUA.
  2. Bukti Domisili Hukum sebagai Penggugat berupa KTP Penggugat.
  3. Bukti kelahiran anak yang berupa Akta Lahir Anak dari Catatan Sipil.
  4. Kartu Keluarga.
  5. Bukti-bukti yang menunjukan alasan perceraian.
  6. Bukti Penghasilan suami, jika akan menuntut Nafkah kepada suami.
  7. Bukti tentang Harta Bersama, jika mengajukan gugatan pembagian harta bersama.

Demikian alasan-alasan perceraian yang dapat diterima dan sesuai dengan aturan hukum bagi anda (suami atau istri) yang ingin mengajukan perceraian ke Pengadilan Agama. perceraian merupakan hal yang diperbolehkan, namun hal tersebut sangat dibenci oleh Allah.

Oleh: Samsudin, S.H.

Admin/Uploader: Rudi Mulyana, S.H.

Sembilan Bintang
info@sembilanbintang.co.id

Kantor Hukum Profesional, bergerak dalam lingkup nasional.