Sembilan Bintang & Partners | “HILANGNYA RUNNING TEXT PADA GAPURA SELAMAT DATANG DI KOTA DEPOK, APAKAH MASUK RANAH TIPIKOR? DAN SIAPA YANG BERTANGGUNGJAWAB?”
562
post-template-default,single,single-post,postid-562,single-format-standard,ajax_fade,page_not_loaded,,qode-title-hidden,qode_grid_1300,hide_top_bar_on_mobile_header,qode-theme-ver-17.0,qode-theme-bridge,disabled_footer_bottom,qode_header_in_grid,wpb-js-composer js-comp-ver-5.5.5,vc_responsive

“HILANGNYA RUNNING TEXT PADA GAPURA SELAMAT DATANG DI KOTA DEPOK, APAKAH MASUK RANAH TIPIKOR? DAN SIAPA YANG BERTANGGUNGJAWAB?”

Bahwa telah kami ketahui pada tahun 2011 Pemkot Depok telah melaksanakan proyek pengadaan dan pemasangan running teks berdasarkan Dokumen Pengadaan nomor: 01/PAN-RT/DISKOMINFO/X/2011 tertanggal 14 November 2011, di tiga titik yakni Jl Margonda Raya, Jl Raya Bogor dan Jl Alternatif Cibubur, namun, kini hanya tersisa di Jl Margonda Raya saja.

Memang sejak awal proyek pengadaan yang disinyalir menggunakan dana APBD senilai kurang lebih Rp 3 Miliar tersebut terdapat beberapa kejanggalan, diduga terdapat persekongkolan tender.

Namun, meskipun banyak pihak yang merasa terdapat kejanggalan dan diduga melanggar hukum dalam proses tender, Proyek pengadaan tersebut tetap berjalan, sampai dengan terpasangnya Running text dibeberapa titik di kota Depok.

pasca Running text terpasang, saat ini terdapat Pemandangan yang berbeda, setiap orang bisa melihat saat melintas di Kota Depok khususnya di jalan raya bogor dan jalan alternative cibubur teks berjalan elektronik (running text) telah hilang, dan sampai dengan saat ini baik DISKOMINFO dan atau Pemkot Depok belum menyatakan sikap atas hilangnya teks berjalan elektronik tersebut.

Bahwa harus diketahui bersama teks berjalan elektronik (running text) yang dibeli dari dana APBD Kota Depok merupakan Aset daerah atau negara, sehingga haruslah tercatat sebagai barang milik negara atau barang milik daerah, yang kemudian setiap tahun atau tiap semester ada proses pencatatan dan update kondisi barangnya.

Perihal barang milik negara atau daerah diatur secara eksplisit di dalam Peraturan Pemerintah (PP) nomor 27 tahun 2014 tentang pengelolaan barang milik negara atau daerah. Dalam Peraturan Pemerintah tersebut diatur mengenai pengelolaan dan pengamanan Barang Milik Negara/Daerah, sebagaimana termaktb di dalam Pasal 42 berikut sanksi nya termuat di dalam Pasal 99.

Pasal 42

  • Pengelola Barang, Pengguna Barang dan/atau Kuasa Pengguna Barang wajib melakukan pengamanan Barang Milik Negara/Daerah yang berada dalam penguasaannya.
  • Pengamanan Barang Milik Negara/Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi pengamanan administrasi, pengamanan fisik, dan pengamanan

Pasal 99

  • Setiap kerugian Negara/daerah akibat kelalaian, penyalahgunaan atau pelanggaran hukum atas pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah diselesaikan melalui tuntutan ganti rugi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
  • Setiap pihak yang mengakibatkan kerugian Negara/daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dikenakan sanksi administratif dan atau sanksi pidana sesuai dengan ketentuan peraturan perundang•undangan.

Bahwa kemudian Pemegang kekuasaan Pengelolaan Barang Milik daerah (dhi. Running text yang hilang) berada di bawah seorang Walikota Depok (vide : Pasal 5 PP 27/2014).

Artinya dari perspektif dalam Peraturan Pemerintah (PP) nomor 27 tahun 2014 tentang pengelolaan barang milik negara atau daerah, seorang walikota adalah pihak utama yang wajib bertanggungjawab atas hilangnya asset daerah atau Barang Milik Daerah.

Di lain sisi, seharusnya Kejaksaan Negeri Depok dan atau Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dapat turun tangan langsung untuk mengusut tuntas permasalahan ini karena terdapat sanksi pidana yang termuat di dalam Pasal 10 UNDANG-UNDANG NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI.

PASAL 10

Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 7 (tujuh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp350.000.000,00 (tiga ratus lima puluh juta rupiah) pegawai negeri atau orang selain pegawai negeri yang diberi tugas menjalankan suatu jabatan umum secara terus menerus atau untuk sementara waktu, dengan sengaja :

  1. Menggelapkan, menghancurkan, merusakkan, atau membuat tidak dapat dipakai barang, akta, surat, atau daftar yang digunakan untuk meyakinkan atau membuktikan di muka pejabat yang berwenang, yang dikuasai karena jabatannya; atau
  2. Membiarkan orang lain menghilangkan, menghancurkan, merusakkan, atau membuat tidak dapat dipakai barang, akta, surat, atau daftar tersebut, atau
  3. Membantu orang lain menghilangkan, menghancurkan, merusakkan, atau membuat tidak dapat dipakai barang, akta, surat, atau daftar

Demikian agar para pembaca tercerahkan.

Oleh: Muhammad Yunus Yunio, S.H., CPL.

Admin/Uploader: Rudi Mulyana, S.H.

Sembilan Bintang
info@sembilanbintang.co.id

Kantor Hukum Profesional, bergerak dalam lingkup nasional.