Sembilan Bintang & Partners | Jerat hukum perbuatan yang disengaja dan kelalaian
598
post-template-default,single,single-post,postid-598,single-format-standard,ajax_fade,page_not_loaded,,qode-title-hidden,qode_grid_1300,hide_top_bar_on_mobile_header,qode-theme-ver-17.0,qode-theme-bridge,disabled_footer_bottom,qode_header_in_grid,wpb-js-composer js-comp-ver-5.5.5,vc_responsive

Jerat hukum perbuatan yang disengaja dan kelalaian

Setiap perbuatan yang tunduk pada suatu keharusan bertanggung jawab, walaupun akibat tersebut akibat dikehendaki atau tidak dikehendaki, begitulah singkatnya teori kehendak ( wilstheori ). Rincinya, teori kehendak tersebut, semua rangkaian perbuatan dapat dimintai pertanggungjawaban, baik yang disengaja ( opzet ) maupun kelalaian ( culpa ) -pun dapat dimintai pertanggungjawabannya selama menimbulkan Akibat, begitupun hearts keadaan kesesatan hukum ( rechtdwaling ) di mana alasan seseorang tidak mengetahui bahwa apa yang diperbuatnya bukan perbuatan pidana, hal tersebut berdasarkan fiksi hukum ignorantia leges excusat neminem yang berarti ketidaktahuan akan hukum bukan merupakan alasan pemaaf.

Pada kenyataannya, prinsip hukum pidana dalam tataran dogmatika hukum ditafsirkan dengan mendalami kesengajaan berdasarkan apa yang diperbuat, bahkan tidak jarang kesengajaan lebih diperhitungkan daripada kejadian atau fakta yang sebenarnya. Sedangkan dalam tataran teori hukum, tidak semua kesengajaan menjadi prinsip utama dalam konteks pembuktian dolus, analogi sederhana pada rumusan delik yang menjabarkan bentuk kesalahan seperti “dengan sengaja / niat / mens rea ” secara limitatif maka hal tersebut harus kesengajaan dalam perbuatan itu, berbeda dengan rumusan delik yang tidak menjabarkan kesalahan karena kesengajaannya, dengan dipenuhinya unsur dolus maka mens reanyata telah nyata dengan sendirinya.

Begitupun dengan kelalaian, atau dalam sistem hukum pidana kita yang dikenal dengan istilah kealpaan ( culpa ), kendatipun imperitia culpae annumeratur yang berarti kealpaan adalah kesalahan, namun kelemahan pidananya lebih ringan dari kesengajaan. Kealpaan ditafsirkan sendiri-mata sebagai perubahan wujud dari dolus sebagai perbuatan pada umumnya dan memiliki peristiwa yang begitu berpengaruh atau menimbulkan kerugian yang begitu besar dan tidak dapat diperbaiki lagi akibat ketidaksesuaian atau kekurang hati-hatian. Secara singkat, perbuatan yang lalai atau alpa namun memiliki tata tertib peraturan Pasal 480 ke-1 KUHP terkait penadahan yang memiliki salah satu unsur“Barang siapa membeli … dst … sepatutnya harus diduga diperoleh dari kejahatan” , penafsiran perbuatan “membeli” tersebut berupa kesengajaan namun unsur “sepatutnya harus diduga” telah diculpa-kan yang artinya ketidakhati-hatian tersebut menandakan bentuk kesalahan dan bukan sebagai alasan pemaaf yang dapat menghapuskan ancaman.

 

Oleh: Samsudin, SH

Admin / Uploader: Rudi Mulyana, SH

Sembilan Bintang
info@sembilanbintang.co.id

Kantor Hukum Profesional, bergerak dalam lingkup nasional.