Sembilan Bintang & Partners | Konsepsi “Melawan Hukum” Dalam Hukum Pidana
601
post-template-default,single,single-post,postid-601,single-format-standard,ajax_fade,page_not_loaded,,qode-title-hidden,qode_grid_1300,hide_top_bar_on_mobile_header,qode-theme-ver-17.0,qode-theme-bridge,disabled_footer_bottom,qode_header_in_grid,wpb-js-composer js-comp-ver-5.5.5,vc_responsive

Konsepsi “Melawan Hukum” Dalam Hukum Pidana

Banyak frasa “melawan hukum” yang tertulis secara gamblang dalam peraturan terkhusus dalam konteks materi hukum pidana, saat ini ada lebih kurang 68 (enam puluh delapan) frasa “melawan hukum” yang secara ekspresif verba dalam KUHP yang sesuai, dengan demikian tidak sedikit elemen “ melawan hukum ”yang menjadi unsur mutlak dalam dolus sehingga memiliki yuridis atas beban pembuktian unsur delik tersebut, kendatipun demikian jika frasa“ melawan hukum ”tidak berlaku dalam unsur mutlak dolus bukan tidak diperlukan pembuktian unsur delik, namun khaedah“ melawan hukum ”tetap ada tanpa harus dibuktikannya elemen melawan hukum itu sendiri dengan tetap menguliti unsur delik lainnya.

Berbeda dengan konsepsi perbuatan melawan hukum ( onrechmatige daad) dalam hukum perdata, dalam hukum pidana frasa “melawan hukum” dikenal sebagai sifat melawan hukum (wederrechttelijkheid) yang tidak ditafsirkan pada perbuatannya, namun lebih menitikberatkan pada sifat atas pemenuhan dolus bersama pengartian postulat pidana yang mendasari seseorang dinyatakan melanggar hukum ketika perbuatan yang dilakukan adalah suatu perbuatan yang dilarang oleh hukum. Bedakan dengan konsepsi onrechmatige daad hearts konsepsi hukum perdata Yang perbuatannya tidak didasari larangan oleh hukum swasta dengan diikat asas pacta sun servanda, Maka konsepsi “Melawan hukum” hearts hukum pidana identik dengan wanprestasi dalam hukum perdata, bukan onrechmatige daad. Frasa “melawan hukum” dalam konsepsi hukum tidak pidana hanya bicara tentang teori hukum umum, tetapi interpretasi terhadap masing-masing undang-undang-undang yang dilandaskan pada memorie van toelichting maupun naskah perancangan undang-undang itu sendiri. Untuk memahami fakta konkrit interpretasi contoh tersebut adalah Pasal 2 ayat (1) UU TIPIKOR dengan Pasal 362 KUHP yang sama-sama memiliki frasa “melawan hukum” secara expressiv verbis sebagai berikut:

Pasal 2 ayat (1) UU TIPIKOR: Setiap orang yang melawan hukum … dst … yang dapat merugikan keuangan Negara … dst.

Bandingkan dengan,

Pasal 362 KUHP: Barangsiapa mengambil barang sesuatu … dst … dengan maksud dimiliki secara “ melawan hukum” … dst.

Dalam pasal kedua tersebut sama-sama, frasa melawan hukum, namun demikian jika ada seorang pegawai kantor yang mengambil uang tanpa hak dilaci keuangan negara maka dapat dikatakan sebagai perbuatan korupsi walaupun tidak ada kerugian Negara telah terpenuhi, karena kaedah sifat melawan hukum dalam UU Tipikor tidak dimaksudkan untuk review dolus seperti itu, sehingga penerapan yang tepat adalah Pasal 362 KUHP Berlangganan dengan Pencurian.

 

Oleh: Dita Aditya, SH

Admin / Uploader: Rudi Mulyana, SH

Sembilan Bintang
info@sembilanbintang.co.id

Kantor Hukum Profesional, bergerak dalam lingkup nasional.