16 Apr Orang Tua & Anak Beda Agama, Bisa Kah Mewarisi?! Ini Dia Penjelasannya
Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) merupakan negara heterogen, hal ini bisa dilihat dari sisi sosiologis kemasyarakatannya sendiri ditambah dengan falsafah bangsa yang di anutnya yakni Pancasila, UUD 1945 & Bhinneka Tunggal Ika.
Di mana setiap warga negara berhak memilih agama sesuai kepercayaannya, hal itu kedekatan didalam Pasal 28E ayat (1) UUD 1945.
Masyarakat Indonesia yang majemuk berpengaruh pada pola pemesanan keluarga. Acapkali ditemukan dalam satu keluarga, sesama anggota kelompok agama yang berbeda. Mereka hidup rukun tanpa terusik oleh keyakinan keyakinan itu.
Namun dalam praktik, kerukunan itu sering terganggu oleh masalah pembagian harta warisan. Perbedaan agama telah menjadi penghalang. Menurut ajaran Islam, salah satu hijab hak waris adalah perbedaan agama. Seorang anak yang menganut agama lain di luar agama orang tuanya yang Muslim dengan sendirinya terhalang untuk mendapatkan waris.
Hal ini sesuai dengan sabda Rasulullah SAW:
ูุง ููุฑูุซู ุงููู ูุณูููู ู ุงูููุงููุฑู ุ ููุง ููุฑูุซู ุงูููุงููุฑู ุงููู ูุณูููู ู
โOrang muslim tidak bisa wewarisi orang kafir (begitu juga sebaliknya) orang kafir tidak bisa mewarisi orang muslim,โ (HR. Bukhari Muslim)
Melalui hadis ini ulama sepakat bahwa non muslim tidak bisa menjadi ahli waris dari seorang muslim. Namun jika sebaliknya muslim mewarisi dari non muslim maka ulama berbeda pendapat. Sebagian ulama kata boleh dan sebagian lain kata tidak boleh.
Mayoritas ulama dari empat aliran fikih besar di dunia yakni mazhab Hanafi, mazhab Maliki, mazhab al-Syafi’i, dan mazhab Hanbali mengharamkan kewarisan beda agama. Kata kafir dalam hadis di atas tidak antara kafir harbi (yang terpisah dari muslim) atau selain harbi, yang tidak menambahkan muslim. Semuanya tidak dapat menjadi ahli waris.
Berbeda dengan pendapat di atas. Imam Ibnu Taimiyah dan Ibnu Qayyim al-Jauziyyah membolehkan non-muslim menjadi ahli waris seorang muslim. Pendapat ini didasarkan pada beberapa riwayat di antaranya adalah Mu’az ibn Jabal & Ulama kontemporer seperti Yusuf al-Qaradhawi mengatakan bahwa alasan seseorang mewarisi bukan karena agama, tapi karena alasan tolong menolong. Tolong menolong di sini adalah tolong menolong dalam arti tolong menolong antar keluarga.
Dari boleh dan tidak boleh di atas, jika dikelola dengan Indonesia dalam Kompilasi Hukum Islam menjelaskan bahwa beda agama tidak bisa menjadi ahli waris. Hal ini diatur dalam Pasal 171 c Kompilasi Hukum Islam.
Namun dalam praktiknya di Indonesia, non muslim bisa mendapatkan harta warisan dari wasiat wajibah. Yang dimaksud dengan wasiat wajibah adalah mempersembahkan dengan cara wasiat. Wasiat merupakan pesan yang dilakukan seseorang yang akan dilaksanakan setelah meninggal. Sedangkan wasiat wajibah adalah wasiat yang lepas dari pengadilan subjek pada kenyataan si pewaris tinggal meninggalkan pesan.
Di beberapa Putusan Pengadilan Agama di Indonesia melakukan demikian. Sebagaimana dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor: 368/K/AG/1995 dan Nomor: K/AG/2010.
Namun penting untuk diingat bahwa maksimal wasiat wajibah yang dapat diambil dari harta warisan adalah 1/3 (sepertiga). Seperti halnya pada wasiat biasa, tidak boleh lebih dari itu.
Dari penjelasan di atas dapat ditolak bahwa muslim dan non muslim tidak dapat saling mewaris, tapi dapat memperoleh harta peninggalan melalui wasiat.
Oleh: Yeni Rahmania, SH
Admin / Uploader: Rudi Mulyana, SH