29 Oct Mediasi Perbankan di Era Otoritas Jasa Keuangan
Sejak Januari 2014 fungsi, tugas dan wewenang pengaturan dan pengawasan kegiatan mediasi perbankan dialihkan ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Untuk keperluan itu, OJK sudah menerbitkan sejumlah peraturan dan surat edaran, namun tidak secara tegas mencabut Peraturan Bank Indonesia yang mengatur masalah serupa sebelumnya.
- Fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan dan pengawasan kegiatan mediasi perbankan diatur berdasarkan:
- Peraturan Bank Indonesia (“BI”) No. 7/7/PBI/2005 tentang Penyelesaian Pengaduan Konsumen sebagaimana diubah dengan Peraturan Bank Indonesia No. 10/10/PBI/2008 (“PBI No. 7/2005”);
- Peraturan BI No. 8/5/PBI/2006 tentang Mediasi Perbankan sebagaimana diubah dengan Peraturan Bank Indonesia No. 10/1/PBI/2008;
- Surat Edaran BI No. 7/24/DPNP tanggal 18 Juli 2005 tentang Penyelesaian Pengaduan Konsumen sebagaimana diubah dengan Surat Edaran Bank Indonesia No. 10/13/DPNP tanggal 6 Maret 2008; dan
- Surat Edaran BI No. 8/14/DPNP tanggal 1 Juni 2006 tentang Mediasi Perbankan (“SEBI No. 8/2006”).
Untuk selanjutnya semua peraturan di atas disebut Peraturan BI.
Namun dengan berdirinya Otoritas Jasa Keuangan (“OJK”) dan efektif sejak Januari 2014, fungsi, tugas dan wewenang pengaturan dan pengawasan kegiatan mediasi perbankan dialihkan ke OJK. Dimana OJK lalu menerbitkan :
- Peraturan OJK No. 1/POJK.07/2013 tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan (“POJK No.1/2013”);
- Peraturan OJK No. 1/POJK.07/2014 tentang Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa (“POJK No. 1/2014”); dan
- Surat Edaran OJK No. 2/SEOJK.07/2014 tanggal 14 Februari 2014 tentang Pelayanan dan Penyelesaian Pengaduan Konsumen Pada Pelaku Usaha Jasa Keuangan (“SE OJK No. 2/2014”)
Untuk selanjutnya semua peraturan di atas disebut Peraturan OJK.
Walaupun demikian, Peraturan OJK tidak mencabut keberlakuan Peraturan BI selama ketentuan-ketentuan dalam Peraturan BI tidak bertentangan dengan Peraturan OJK.
Berdasarkan peraturan-peraturan yang berlaku proses penyelesaian sengketa antara Bank (termasuk bank konvensional, bank syariah, bank perkreditan rakyat maupun kantor cabang bank asing) dengan Konsumen (didefinisikan sebagai pihak yang menempatkan dananya dan/atau memanfaatkan pelayanan Bank, atau perwakilannya) dapat dibagi menjadi dua tahapan. Yaitu tahapan penyelesaian pengaduan Konsumen pada Bank dan tahapan penyelesaian sengketa melalui OJK.
- Penyelesaian Pengaduan Konsumen pada Bank
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) No.1/2013 mewajibkan setiap Bank untuk memiliki unit yang dibentuk secara khusus di setiap kantor Bank untuk menangani dan menyelesaikan pengaduan yang diajukan oleh Konsumen tanpa dipungut bayaran. Pengaduan harus didasari atas adanya kerugian/potensi kerugian finansial pada Konsumen karena kesalahan atau kelalaian Bank.
Berdasarkan Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 7/2005 pengaduan tersebut dapat dilakukan baik secara tertulis maupun secara lisan, pada setiap kantor Bank terlepas dari apakah kantor Bank tersebut merupakan kantor Bank tempat Konsumen membuka rekening dan/atau melakukan transaksi keuangan.
Atas pengaduan yang dilakukan secara lisan, Bank wajib menyelesaikannya dalam jangka waktu dua hari kerja terhitung sejak tanggal pencatatan pengaduan. Apabila diperkirakan memerlukan waktu lebih lama, maka petugas unit penanganan dan penyelesaian pengaduan pada kantor Bank pengaduan lisan tersebut disampaikan meminta Konsumen untuk mengajukan pengaduan secara tertulis.
Setelah menerima pengaduan tertulis dari Konsumen, Bank wajib menyelesaikan pengaduan terkait paling lambat 20 hari kerja sejak tanggal penerimaan pengaduan tertulis oleh Bank, dan dapat diperpanjang sampai dengan paling lama 20 hari kerja lagi dalam kondisi tertentu.
Kondisi tertentu tersebut seperti:
- pengaduan tertulis disampaikan pada kantor Bank yang berbeda dengan kantor Bank tempat terjadinya permasalahan yang diadukan sehingga terdapat kendala komunikasi di antara kedua kantor Bank tersebut;
- transaksi keuangan yang diadukan Konsumen memerlukan penelitian khusus terhadap dokumen-dokumen Bank; atau
- terdapat hal-hal lain di luar kendali Bank, e.g keterlibatan pihak ketiga dalam transaksi keuangan yang dilakukan oleh Konsumen. Setiap perpanjangan wajib diberitahukan kepada Konsumen yang bersangkutan.
Penyelesaian Pengaduan Konsumen sesuai dengan Surat Edaran Bank Indonesia (SEBI) No. 1/2014 dapat berupa pernyataan maaf atau ganti rugi kepada Konsumen. Ganti rugi diberikan untuk kerugian yang bersifat material, dengan ketentuan, diantaranya:
- Konsumen telah memenuhi kewajibannya;
- Terdapat ketidaksesuaian antara produk dan/ atau layanan Bank yang diterima dengan yang diperjanjikan;
- Pengaduan diajukan paling lama 30 hari sejak diketahuinya produk dan/ atau layanan yang tidak sesuai dengan perjanjian; dan
- Kerugian berdampak langsung pada Konsumen. Ganti rugi yang ditetapkan oleh OJK maksimum sebesar nilai kerugian Konsumen.
- Penyelesaian Sengketa Melalui OJK
Jika pengaduan Konsumen tidak dapat diselesaikan oleh Bank, maka Konsumen dapat mengajukan penyelesaian sengketa melalui pengadilan atau lembaga alternatif penyelesaian sengketa di sektor perbankan.
Berdasarkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) No. 1/2014 lembaga alternatif penyelesaian sengketa di sektor perbankan dibentuk oleh bank-bank yang dikoordinasi oleh asosiasi perbankan, yang berwenang untuk memeriksa sengketa dan menyelesaikannya melalui mediasi, ajudikasi atau arbitrase.
Jika belum terbentuk lembaga yang bersangkutan, Konsumen dapat mengajukan permohonan fasilitas penyelesaian sengketa secara tertulis kepada OJK ditujukan kepada Anggota Dewan Komisioner OJK, Bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen, Direktorat Pelayanan Konsumen OJK, Gedung Radius Prawiro Lantai 2, Komplek Perkantoran Bank Indonesia, Jalan M.H. Thamrin No. 2, Jakarta Pusat 10350.
Hingga saat ini, lembaga alternatif penyelesaian sengketa di sektor perbankan belum terbentuk dengan demikian penyelesaian sengketa difasilitasi oleh OJK tanpa pungutan biaya.
- Yurisdiksi Penyelesaian Sengketa Melalui OJK
Berdasarkan SEBI No. 8/2006 jo. POJK No.1/2013 sengketa yang dapat diajukan penyelesaiannya melalui OJK adalah sengketa keperdataan dengan nilai sengketa yang diajukan maksimum sebesar Rp500.000.000,- (lima ratus juta rupiah). Jumlah maksimum nilai sengketa sebagaimana dimaksud sebelumnya dapat berupa nilai kumulatif dari kerugian finansial yang telah terjadi pada Konsumen, potensi kerugian karena penundaan atau tidak dapat dilaksanakannya transaksi keuangan Konsumen dengan pihak lain, dan/atau biaya-biaya yang telah dikeluarkan Konsumen untuk mendapatkan penyelesaian permasalahan terkait.
Kerugian immateriil, antara lain karena pencemaran nama baik dan perbuatan tidak menyenangkan, tidak dapat dimasukkan dalam perhitungan nilai sengketa.
Selain itu, sengketa yang diajukan untuk penyelesaian melalui OJK juga harus (i) tidak sedang dalam proses atau belum pernah diputus oleh lembaga arbitrase atau peradilan atau lembaga mediasi; (ii) belum pernah difasilitasi oleh OJK; dan (iii) diajukan paling lambat 60 (enam puluh) hari kerja sejak tanggal surat hasil penyelesaian pengaduan disampaikan oleh Bank kepada Konsumen.
- Prosedur Penyelesaian Sengketa Melalui OJK
Dalam melaksanakan fasilitas penyelesaian sengketa, OJK menunjuk fasilitator yang merupakan petugas OJK di bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen, Direktorat Pelayanan Konsumen OJK.
Setelah itu Konsumen dan Bank wajib menandatangani perjanjian fasilitasi yang pada pokoknya menyatakan Konsumen dan Bank telah sepakat untuk memilih penyelesaian sengketa difasilitasi oleh OJK dan akan tunduk dan patuh pada aturan fasilitasi yang ditetapkan oleh OJK.
Proses pelaksanaan fasilitasi oleh OJK paling lama 30 hari kerja sejak penandatanganan perjanjian fasilitasi, dan dapat diperpanjang sampai dengan 30 hari kerja berikutnya berdasarkan kesepakatan Konsumen dan Bank. Kesepakatan hasil dari proses fasilitasi oleh OJK dituangkan dalam akta kesepakatan yang ditandatangani Konsumen dan Bank. Menurut SEBI No. 8/2006 akta kesepakatan bersifat final dan mengikat, artinya sengketa yang telah diselesaikan tidak dapat diajukan untuk proses fasilitasi ulang di OJK dan berlaku sebagai undang-undang bagi Konsumen dan Bank. Pelanggaran atas pelaksanaan ketentuan dalam akta kesepakatan merupakan wanprestasi dan dapat dituntut melalui gugatan perdata.
Jika tidak ada kesepakatan maka Konsumen dan Bank menandatangani berita acara hasil fasilitasi OJK dan Konsumen dapat mengajukan gugatan perdata ke pengadilan.
Demikian, semoga bermanfaat.
Dasar hukum:
- Peraturan Bank Indonesia No. 7/7/PBI/2005 tentang Penyelesaian Pengaduan Konsumen sebagaimana diubah dengan Peraturan Bank Indonesia No. 10/10/PBI/2008.
- Peraturan BI No. 8/5/PBI/2006 tentang Mediasi Perbankan sebagaimana diubah dengan Peraturan Bank Indonesia No. 10/1/PBI/2008.
- Surat Edaran BI No. 7/24/DPNP tanggal 18 Juli 2005 tentang Penyelesaian Pengaduan Konsumen sebagaimana diubah dengan Surat Edaran Bank Indonesia No. 10/13/DPNP tanggal 6 Maret 2008.
- Surat Edaran BI No. 8/14/DPNP tanggal 1 Juni 2006 tentang Mediasi Perbankan.
- Peraturan OJK No. 1/POJK.07/2013 tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan.
- Peraturan OJK No. 1/POJK.07/2014 tentang Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa.
- Surat Edaran OJK No. 2/SEOJK.07/2014 tanggal 14 Februari 2014 tentang Pelayanan dan Penyelesaian Pengaduan Konsumen Pada Pelaku Usaha Jasa Keuangan.
Oleh : Rd. Anggi Triana Ismail, S.H.