22 Jun Bicara soal : “Vrijspraak & Ontslag van Alle Rechtsvervolging Dalam Persepktif KUHAP”
Dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (atau KUHAP) dikenal adanya 3 macam jenis putusan, yaitu putusan yang menyatakan terdakwa bersalah dan menghukum terdakwa, putusan bebas dan putusan lepas. Ketiga jenis putusan ini berpengaruh terhadap upaya hukum yang dapat dilakukan. Perbedaan kedua jenis putusan ini terjadi konsekuensi dari paham dualistis yang dianut dalam KUHAP.
Berbeda dengan aliran monolstis yang tidak memisahkan perbuatan dan akibat dengan pertanggungjawaban pidana.
Dalam aliran dualistis unsur tindak pidana dibedakan antara perbuatan dan akibat yang dilarang dengan pertanggungjawaban pidana, akibatnya putusan pengadilan tidak hanya terdapat putusan menghukum dan bebas (vrijspraak) tetapi juga terdapat putusan lepas dari segala tuntutan hukum (ontslag van alle rechtsvervolging), atau biasa disingkat dengan sebutan “putusan lepas”.
Putusan Bebas (vrijspraak) dan Putusan Lepas (onslag) merupakan 2 jenis putusan yang berbeda meskipun kedua putusan tersebut sama-sama tidak memidana terdakwa.
Pasal 191 Ayat (1) KUHAP menyatakan bahwa apabila Pengadilan berpendapat bahwa dari hasil pemeriksaan di sidang, kesalahan terdakwa atas perbuatan yang didakwakan kepadanya tidak terbukti secara sah dan meyakinkan, maka terdakwa diputus bebas.
Sedangkan putusan lepas diatur dalam Pasal 191 Ayat (2) KUHAP yang menyatakan bahwa jika Majelis Hakim berpendapat bahwa perbuatan yang didakwakan kepada terdakwa terbukti tetapi perbuatan tersebut bukan merupakan suatu tindak pidana maka terdakwa diputus lepas dari segala tuntutan hukum.
Penjelasan bentuk Putusan Pengadilan.
Dalam penyelesaian perkara pidana di Pengadilan terdapat 3 bentuk putusan :
- Putusan Bebas;
- Putusan Lepas;
- Putusan Pemidanaan.
Putusan Bebas pengaturannya terdapat dalam Pasal 191 Ayat (1) KUHAP, sebagai berikut:
“Jika Pengadilan berpendapat bahwa dari hasil pemeriksaan di sidang, kesalahan terdakwa atas perbuatan yang didakwakan kepadanya tidak terbukti secara sah dan meyakinkan, maka terdakwa diputus bebas.”
Dalam penjelasan Pasal 191 Ayat (1) KUHAP disebutkan bahwa yang dimaksud dengan “Perbuatan yang didakwakan kepadanya tidak terbukti sah dan meyakinkan” adalah tidak cukup terbukti menurut penilaian hakim atas dasar pembuktian dengan menggunakan alat bukti menurut ketentuan hukum acara pidana.
Putusan Lepas diatur dalam Pasal 191 Ayat (2) KUHAP, yang berbunyi:
“Jika Pengadilan berpendapat bahwa perbuatan yang didakwakan kepada terdakwa terbukti, tetapi perbuatan itu tidak merupakan suatu tindakan pidana, maka terdakwa diputus lepas dari segala tuntutan hukum.”
Menurut Yahya Harahap, dalam bukunya Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP.
Pemeriksaan Sidang Pengadilan, Banding, Kasasi, dan Peninjauan Kembali (PK) bahwa yang melandasi putusan lepas, terletak pada kenyataan apa yang didakwakan dan yang telah terbukti tersebut, bukan merupakan tindak pidana, tetapi termasuk ruang lingkup hukum perdata atau adat.
Sedangkan Putusan Pemidanaan diatur dalam Pasal 193 Ayat (1) KUHAP, yaitu :
“Jika Pengadilan berpendapat bahwa terdakwa bersalah melakukan tindak pidana yang didakwakan kepadanya, maka pengadilan menjatuhkan pidana.”
Apabila jika terdakwa terbukti bersalah melakukan perbuatan yang didakwakan padanya maka pengadilan menjatuhkan pidana.
Perbedaan Putusan Bebas dan Putusan Lepas
Perbedaan antara putusan bebas dan putusan lepas adalah sebagai berikut :
Menurut Lilik Mulyadi dalam bukunya Hukum Acara Pidana (hal. 152-153), perbedaan antara putusan bebas dan lepas dapat ditinjau dari segi hukum pembuktian, yaitu :
Pada putusan bebas (vrijspraak) tindak pidana yang didakwakan jaksa/penuntut umum dalam surat dakwaannya tidak terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum.
Dengan kata lain, tidak dipenuhinya ketentuan asas minimum pembuktian (yaitu dengan sekurang-kurangnya 2 alat bukti yang sah) dan disertai keyakinan hakim.
Sedangkan, pada putusan lepas (onslag van recht vervolging), segala tuntutan hukum atas perbuatan yang dilakukan terdakwa dalam surat dakwaan jaksa/penuntut umum telah terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum, akan tetapi terdakwa tidak dapat dijatuhi pidana, karena perbuatan tersebut bukan merupakan tindak pidana, misalnya merupakan bidang hukum perdata, hukum adat atau hukum dagang.
Selain berdasarkan pendapat dari Lilik Mulyadi sebagaimana dimaksud di atas, menurut kami, penjatuhan Putusan Bebas dan Putusan Lepas oleh seorang hakim atas pelaku suatu tindak pidana (yang unsur-unsur pasal yang didakwakan terbukti), dapat dibedakan dengan melihat ada atau tidak adanya alasan penghapus pidana (strafuitsluitingsgronden), baik yang ada dalam undang-undang, misalnya alasan pembenar (contoh Pasal 50 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana – “KUHP”) atau alasan pemaaf (contoh Pasal 44 KUHP), maupun yang ada di luar undang-undang (contoh: adanya izin).
Upaya hukum terhadap Putusan Bebas dan Putusan Lepas.
Upaya hukum adalah hak terdakwa atau penuntut umum untuk tidak menerima Putusan Pengadilan yang berupa perlawanan atau banding atau kasasi atau hak terpidana untuk mengajukan permohonan Peninjauan Kembali dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam KUHAP.
Upaya hukum terdiri dari:
- Upaya Hukum Biasa, termasuk Banding dan Kasasi;
- Upaya Hukum Luar Biasa, terdiri dari :
- Kasasi Demi Kepentingan Hukum; dan
- Peninjauan Kembali Putusan Pengadilan Yang Telah Memperoleh Kekuatan Hukum Tetap.
Tidak semua upaya hukum dapat dilakukan terhadap semua putusan pengadilan, berikut rinciannya:
- Banding
Dilakukan terhadap putusan pengadilan tingkat pertama.
Tidak dapat dilakukan terhadap :
- Putusan Bebas;
- Putusan Lepas dari segala tuntutan hukum yang menyangkut masalah kurang tepatnya penerapan hukum; dan
- Putusan Pengadilan dalam acara cepat.
- Kasasi
Dilakukan terhadap terhadap putusan perkara pidana yang diberikan pada tingkat terakhir oleh Pengadilan lain selain daripada Mahkamah Agung. Tetapi tidak dapat dilakukan terhadap Putusan Bebas.
- Kasasi Demi Kepentingan hukum.
Dapat dilakukan terhadap semua putusan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dari pengadilan lain selain daripada Mahkamah Agung (dapat diajukan satu kali permohonan kasasi oleh Jaksa Agung).
- Peninjauan Kembali
Dapat dilakukan terhadap putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
Tidak dapat dilakukan terhadap putusan bebas atau putusan lepas.
Tetapi kini terhadap putusan bebas dapat dilakukan kasasi. Mahkamah Konstitusi melalui Putusan Mahkamah Konstitusi bernomor 114/PUU-X/2012 melegalkan praktik pengajuan kasasi atas vonis bebas.
Atas putusan bebas dan putusan lepas dari segala tuntutan hukum tidak bisa dilakukan upaya hukum banding dan peninjauan kembali, namun bisa dilakukan upaya hukum kasasi berdasarkan Pasal 244 KUHAP.
Oleh: Rd. Anggi Triana Ismail, S.H.
Referensi:
Harahap, Yahya. 2010. Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP (Pemeriksaan Sidang Pengadilan, Banding, Kasasi, dan Peninjauan Kembali)
Dasar hukum:
Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana.