17 Nov Bisakah Tanah Garapan Didaftarkan Hak Milik Penggarap?
Indonesia merupakan negara agraris dengan luas daratan mencapai 1.922.570 KM² terbagi atas tanah pertanian sebesar 10%, perkebunan sebesar 7%, padang rumput sebesar 7%, hutan dan daerah sebesar 62%, dan sebesar 14% dengan irigasi seluas 45.970 Km². Tak ayal kebutuhan masyarakat Indonesia adalah petani yang menggarap tanah sebagai pemenuhan pangan, mata pencaharian hingga perputaran ekonomi di bidang pangan.
Tanah yang menjadi garapan atau tanah garapan menurut Surat Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 2 Tahun 2003 tentang Norma dan Standar Ketatalaksanaan Kewenangan Pemerintah di Bidang Pertanahan adalah sebidang tanah yang sudah atau belum dilekati dengan hak yang dikerjakan dan dimanfaatkan oleh pihak lain baik dengan persetujuan atau tanpa persetujuan yang berhak dengan atau tanpa jangka waktu tertentu.
Lalu, apakah tanah yang digarap oleh para penggarap dapat menjadi milik penggarap atau diajukan sebagai hak milik?
Hak –hak yang diberikan oleh negara atas tanah pada umumnya termasuk Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, Hak Pakai Atas Tanah Negara, dan Hak Pengelolaan. ”
Pasal 28 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Pokok-pokok Agraria memberikan definisi Hak Guna Usaha sebagai hak untuk mengusahakan tanah yang dikuasai langsung oleh Negara, dalam jangka waktu. pengertian mengenai Hak Guna Bangunan dalam Pasal 35 yaitu hak untuk menentukan dan mempunyai bangunan atas tanah yang bukan merupakan bangunan sendiri, dengan jangka waktu paling lama 30 tahun. Kemudian di Pasal 41, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Pokok-pokok Agraria memberikan definisi mengenai hak pakai yang menyebutkan, hak pakai adalah hak untuk menggunakan dan / atau memungut hasil dari tanah yang dikuasai langsung oleh Negara atau tanah milik orang lain, yang memberi kewenangan dan kewajiban yang ditentukan dalam keputusan yang diberikan oleh pejabat yang memberikannya atau dalam perjanjian dengan pemiliknya,
Peraturan Menteri Agraria atau Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 9 Tahun 1999 tentang Tata Cara Pemberian dan Pembatalan Hak Atas Tanah Negara Dan Hak Pengelolaan, dalam Pasal 6 ayat (1) menyebutkan:
“Pemberian hak secara individual merupakan mempersembahkan hak atas sebidang tanah kepada seseorang atau badan hukum tertentu atau kepada beberapa orang atau badan hukum secara bersama sebagai penerima hak bersama yang dilakukan dengan penetapan penetapan hak.”
Pasal 20 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Pokok-pokok Agraria menyebutkan:
- Hak milik adalah hak turun-temurun, terkuat dan terpenuh yang dapat dipunyai orang atas tanah, dengan mengingat ketentuan dalam pasal 6;
- Hak milik dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain.
Namun ketentuan mengenai dapat atau tidaknya suatu tanah garapan yang dijadikan hak milik penggarap, harus terlebih dahulu melihat dan memastikan alas hak tanah tersebut. Jika tanah garapan telah dilekati hak milik (oleh pihak lain) , maka tanah garapan tersebut tidak dapat diajukan pensertifikatan hak milik penggarap kecuali hak tanah tersebut telah jatuh kepada Negara. B egitupun keanggotaan alas hak tanah tersebut merupakan Hak Guna Usaha atau Hak Guna Bangunan yang masih berlaku, tidak dapat menjadi milik penggarap kecuali tanah tersebut telah statusnya telah jatuh kepada negara.
Hal-hal yang dapat menyebabkan hak milik jatuh pada negara, arus dalam:
Pasal 27 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Pokok-pokok Agraria
Hak milik hapus bila:
- Tanahnya jatuh kepada Negara:
- karena pencabutan hak berdasarkan pasal 18;
- karena penyerahan dengan pemiliknya;
- karena ditelantarkan;
- karena ketentuan pasal 21 ayat 3 dan 26 ayat 2. ”
Kemudian, Pasal 21 ayat (3) serta Pasal 26 ayat (2) menyebutkan:
Pasal 21 ayat (3)
“Orang asing sesudah berlakunya undang-undang ini memperoleh hak milik karena pewarisan tanpa wasiat atau percampuran harta karena perkawinan, dmeikian pula warga negara Indonesia yang mempunyai hak milik dan setelah berlakunya undang-undang ini telah kehilanganarganegaraannya, wajib menyerahkan hak itu dalam jangka waktu satu tahun sejak diperolehnya hak tersebut atau pernyataan kewarganegaraan itu. Jika sesudah jangka waktu tersebut lampau, hak milik itu tidak dapat dilepaskan maka hak tersebut hapus karena hukum dan tanahnya jatuh pada negara, dengan ketentuan bahwa hak-hak pihak lain yang membebaninya tetap berlangsung. ”
Pasal 26 ayat (2):
“Setiap jual-beli, penukaran, penghibahan, mempersembahkan wasiat dan perbuatan-perbuatan yang dilakukan untuk langsung atau tidak langsung memindahkan hak milik kepada orang asing, kepada seorang warga negara yang disamping kewarganegaraan Indonesia yang mempunyai kewarganegaraan atau suatu badan hukum, yang ditentukan oleh pemerintah termasuk dalam pasal 21 ayat (2) adalah batal karena hukum dan tanahnya jatuh kepada negara, dengan ketentuan bahwa pihak-pihak lain yang membebaninya tetap berlangsung serta semua pembayaran yang telah diterima oleh pemilik tidak dapat dituntut kembali. ”
Sebab-sebab Hak Guna Usaha hapus, bagian dalam Pasal 34 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Pokok
- jangka waktunya berakhir;
- warna sebelum jangka waktunya berakhir karena sesuatu syarat tidak dipenuhi;
- tidak dapat dilepaskan oleh pemegang haknya sebelum jangka waktunya berakhir;
- dicabut untuk kepentingan umum;
- ditelantarkan;
- tanahnya musnah;
- ketentuan dalam pasal 30 ayat 2.
Pasal 30 ayat (2) itu sendiri menyebutkan:
“Orang atau badan hukum yang mempunyai hak guna usaha dan tidak memenuhi syarat-syarat sebagai yang tersebut dalam ayat (1) pasal ini dalam jangka waktu satu tahun, wajib melepaskan atau mengalihkan hak itu kepada pihak lain yang memenuhi syarat. Ketentuan ini juga berlaku terhadap pihak yang memperoleh hak guna usaha, jika ia tidak memenuhi syarat tersebut. Jika hak guna usaha yang tidak dapat dilepaskan atau dialihkan dalam jangka waktu tersebut, maka hak itu hapus karena hukum dengan ketentuan bahwa hak-hak pihak lain akan dipindahkan menurut ketentuan-ketentuan yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. ”
Sedangkan hapusnya Hak Guna Bangunan bagian dalam Pasal 40 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Pokok-pokok Agraria, karena:
- jangka waktunya berakhir;
- warna sebelum jangka waktunya berakhir karena sesuatu syarat tidak dipenuhi;
- tidak dapat dilepaskan oleh pemegang haknya sebelum jangka waktunya berakhir;
- dicabut untuk kepentingan umum;
- ditelantarkan;
- tanahnya musnah;
- ketentuan dalam pasal 36 ayat 2.
Pasal 36 ayat (2) itu sendiri menyebutkan:
“Orang atau badan hukum yang mempunyai hak guna bangunan dan tidak lagi memenuhi syarat-syarat yang tersebut dalam ayat (1) pasal ini dalam jangka waktu 1 tahun wajib rilis atau mengalihkan hak itu kepada pihak lain yang memenuhi syarat. Ketentuan ini juga berlaku terhadap pihak yang memperoleh hak guna bangunan, jika tidak memenuhi syarat-syarat tersebut. Jika hak guna bangunan yang tidak dapat dilepaskan atau dialihkan dalam jangka waktu tersebut, maka hak itu hapus karena hukum, dengan ketentuan bahwa hak-hak pihak lain akan diindahkan menurut ketentuan-ketentuan yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. ”
Maka tanah garapan yang telah jatuh pada negara dengan menghapusnya hak-hak yang melekat pada tanah tersebut yang telah diuraikan di atas, penggarap dapat memasukkan tanah tersebut menjadi hak milik secara sistematik atau seporadik sesuai ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.
Dasar Hukum:
- Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Poko-pokok Agraria;
- Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah;
- Peraturan Menteri Agraria atau Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 9 Tahun 1999 tentang Tata Cara Pemberian dan Pembatalan Hak Atas Tanah Negara Dan Hak Pengelolaan;
- Surat Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 2 Tahun 2003 tentang Norma dan Standar Ketatalaksanaan Kewenangan Pemerintah di Bidang Pertanahan;
- wikipedia.com/negaraindonesia.
Oleh: Nia Juniawati, SH